"Sesungguhnya
Engkau (hai Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk (walau orang yang engkau
cintai) tetapi Allah yang menberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki"(QS.al
Qashash: 56)
Ayat
ini merupakan teguran kepada nabi Muhammad saw, hamba yang paling di cintai
Allah dan sangat mencintai ummatnya itu, bahwa ia tidaklah diberi kuasa untuk
memberikan hidayah, betapapun kemampuannya dalam berdakwah tentulah sangat
mudah menghujam kedalam hati sanu bari. Ayat tersebut mengisyarakan bahwa peran
nabi sekalipun, hanyalah sebagai pemberi petunjuk "Irsyad" lihat
(QS.42: 52), bukan berupa hidayah taufik yang merupakan kekuasaan Allah saja,
yang hanya akan diberikannya kepada orang yang sunguh-sungguh ingin menempuh
jalan ketakwaan. Dari ayat tersebut, dapatlah kita menarik pelajaran dan
menjadikannya sebagai rujukan dalam memaknai peran kita sebagai pendidik
anak-anak yang kita cintai, agar jelaslah apa yang menjadi batas kemampuan kita
sebagai ibu.
Pendidikan
dan pengajaran seorang ibu kepada anaknya, tentulah disertai rasa cinta dan
harapan mendalam bagi mereka. Demi mewujudkan harapan itu, seorang ibu
mencurahkan perhatian, tenaga bahkan pengorbanan, hingga terkadang tidak ada
sesuatu yang dapat memalingkan perhatian dari kesedihan, marah sampai keinginan
kecuali hati seorang ibu yang begitu mencintai anaknya. Ingin menjadikan
anaknya shalih, pintar, sehat bahkan jika bisa di kagumi banyak orang, anak
yang menjadi kebanggaan dan perhiasan hati seorang ibu. Demikianlah harapan
semua ibu.
Namun
harapan tersebut seringkali mengecoh hati seorang ibu dari kuasa dan kasih
sayang Allah yg meliputi semua makhluk, yang ditanganNyalah kuasa atas hati
hamba-hambaNya. Keinginan dan cinta yang tidak bersandar pada keimanan kepada
Allah, membuat seorang ibu bersikap berlebihan hingga memaksakan kehendak pada
anak, bahkan tidak jarang banyak ibu yang pada akhirnya menyiksa dirinya, demi
alasan kebaikan anaknya, yang sebenarnya telah berubah menjadi obsesi menurut
hawa nafsunya. Karena cinta yg sdh berubah jadi obsesi, Anak harus terenggut
masa kecilnya hingga masa remajanya demi memenuhi standart orang tuanya. anak
tumbuh dlm tekanan keharusan berprestasi, anak yang di tuntut sempurna dlm
pengetahuan, akhlak sampai ibadahnya. Hingga hari-harinya tidak luput dari
ancaman dan penilaian fersi ibunya. Hilanglah jati dirinya, cita-citanya dan
kesukaannya tersudut oleh standart kesalihan ibunya.
Dengan
cara tersebut, tumbuh kembang mental dan pribadi anak malah rusak. Dan
pendidikan yang tidak di sandarkan pada iman yang benar, akan menghantui
seorang ibu dengan kecemasan karena ia menggantungkan baik dan buruk seorang
anak pada ikhtiarnya semata.
Anak,
adalah jiwa yang tumbuh bebas. Mereka menghadapi pengajaran tidak hanya dari
orang tua, namun dari semua kejadian hidupnya yang tentu saja akan jauh dari
kendali orang tuanya. Mereka akan memilih dan memilah menurut potensi fitrah
yang telah Allah berikan, berupa akal dan hati. Mereka akan berbuat kesalahan
bahkan suatu saat akan sengaja memilih kesalahan kemudian akan Allah turunkan
pelajaran bagi dirinya. Disinilah akan mulai berfungsi dasar pendidikan dari
orangtua. Jika anak sejak semula diberi ruang bagi hak-haknya, telah di arahkan
untuk belajar mengendalikan dirinya (bukan selalu dikendalikan orang tuanya),
dalam hatinya tertanam bahwa ajaran orang tuanya menyentuh hatinya, bukan
menakutkan atau membelenggu dirinya, jika dasar perlakuan sdh benar, maka anak
akan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dlm menghadapi pertanyaan dalam
hidupnya. Dia akan bisa menilai kesalahannya sendiri, jika sudah salah dia tahu
cara memperbaikinya, hingga jika tiba saat dia harus jatuh terpuruk, dia akan
tahu bagaimana cara jatuh agar dia bisa bangkit. Maka, akhirnya, seorang anak akan tumbuh menjadi pribadi yang sepenuhnya, baik
buruknya akan bergantung pada bagaimana dia menangani dirinya sendiri dan
bagaimana Allah menurunkan ketetapan bagi dirinya.
"Barang
siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang
siapa yang di sesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang
merugi."(QS.al A'raaf:178)
Maka
landasan dan kekuatan pendidikan anak, adalah iman yang lurus. Dengan iman yang
lurus, perlakuan pada anak tidak akan bertentangan dengan fitrah mereka, dan
bunda dapat mendidik anak dengan keadaan hati yang tenang. Wallahu'alam