Translate

Senin, 05 Januari 2015

Peran Ibu pada Pendidikan Kecerdasan Spiritual Anak

"Sesungguhnya Engkau (hai Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk (walau orang yang engkau cintai) tetapi Allah yang menberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki"(QS.al Qashash: 56)

Ayat ini merupakan teguran kepada nabi Muhammad saw, hamba yang paling di cintai Allah dan sangat mencintai ummatnya itu, bahwa ia tidaklah diberi kuasa untuk memberikan hidayah, betapapun kemampuannya dalam berdakwah tentulah sangat mudah menghujam kedalam hati sanu bari. Ayat tersebut mengisyarakan bahwa peran nabi sekalipun, hanyalah sebagai pemberi petunjuk "Irsyad" lihat (QS.42: 52), bukan berupa hidayah taufik yang merupakan kekuasaan Allah saja, yang hanya akan diberikannya kepada orang yang sunguh-sungguh ingin menempuh jalan ketakwaan. Dari ayat tersebut, dapatlah kita menarik pelajaran dan menjadikannya sebagai rujukan dalam memaknai peran kita sebagai pendidik anak-anak yang kita cintai, agar jelaslah apa yang menjadi batas kemampuan kita sebagai ibu.

Pendidikan dan pengajaran seorang ibu kepada anaknya, tentulah disertai rasa cinta dan harapan mendalam bagi mereka. Demi mewujudkan harapan itu, seorang ibu mencurahkan perhatian, tenaga bahkan pengorbanan, hingga terkadang tidak ada sesuatu yang dapat memalingkan perhatian dari kesedihan, marah sampai keinginan kecuali hati seorang ibu yang begitu mencintai anaknya. Ingin menjadikan anaknya shalih, pintar, sehat bahkan jika bisa di kagumi banyak orang, anak yang menjadi kebanggaan dan perhiasan hati seorang ibu. Demikianlah harapan semua ibu.

Namun harapan tersebut seringkali mengecoh hati seorang ibu dari kuasa dan kasih sayang Allah yg meliputi semua makhluk, yang ditanganNyalah kuasa atas hati hamba-hambaNya. Keinginan dan cinta yang tidak bersandar pada keimanan kepada Allah, membuat seorang ibu bersikap berlebihan hingga memaksakan kehendak pada anak, bahkan tidak jarang banyak ibu yang pada akhirnya menyiksa dirinya, demi alasan kebaikan anaknya, yang sebenarnya telah berubah menjadi obsesi menurut hawa nafsunya. Karena cinta yg sdh berubah jadi obsesi, Anak harus terenggut masa kecilnya hingga masa remajanya demi memenuhi standart orang tuanya. anak tumbuh dlm tekanan keharusan berprestasi, anak yang di tuntut sempurna dlm pengetahuan, akhlak sampai ibadahnya. Hingga hari-harinya tidak luput dari ancaman dan penilaian fersi ibunya. Hilanglah jati dirinya, cita-citanya dan kesukaannya tersudut oleh standart kesalihan ibunya.
Dengan cara tersebut, tumbuh kembang mental dan pribadi anak malah rusak. Dan pendidikan yang tidak di sandarkan pada iman yang benar, akan menghantui seorang ibu dengan kecemasan karena ia menggantungkan baik dan buruk seorang anak pada ikhtiarnya semata.

Anak, adalah jiwa yang tumbuh bebas. Mereka menghadapi pengajaran tidak hanya dari orang tua, namun dari semua kejadian hidupnya yang tentu saja akan jauh dari kendali orang tuanya. Mereka akan memilih dan memilah menurut potensi fitrah yang telah Allah berikan, berupa akal dan hati. Mereka akan berbuat kesalahan bahkan suatu saat akan sengaja memilih kesalahan kemudian akan Allah turunkan pelajaran bagi dirinya. Disinilah akan mulai berfungsi dasar pendidikan dari orangtua. Jika anak sejak semula diberi ruang bagi hak-haknya, telah di arahkan untuk belajar mengendalikan dirinya (bukan selalu dikendalikan orang tuanya), dalam hatinya tertanam bahwa ajaran orang tuanya menyentuh hatinya, bukan menakutkan atau membelenggu dirinya, jika dasar perlakuan sdh benar, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dlm menghadapi pertanyaan dalam hidupnya. Dia akan bisa menilai kesalahannya sendiri, jika sudah salah dia tahu cara memperbaikinya, hingga jika tiba saat dia harus jatuh terpuruk, dia akan tahu bagaimana cara jatuh agar dia bisa bangkit.  Maka, akhirnya, seorang anak akan tumbuh menjadi pribadi yang sepenuhnya, baik buruknya akan bergantung pada bagaimana dia menangani dirinya sendiri dan bagaimana Allah menurunkan ketetapan bagi dirinya.

"Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang di sesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi."(QS.al A'raaf:178)
Maka landasan dan kekuatan pendidikan anak, adalah iman yang lurus. Dengan iman yang lurus, perlakuan pada anak tidak akan bertentangan dengan fitrah mereka, dan bunda dapat mendidik anak dengan keadaan hati yang tenang. Wallahu'alam