Translate

Senin, 05 Desember 2011

Metode Pendidikan Kontekstual dalam Surat Ar Rahmaan (Bagian 1)

Dalam Islam aktualisasi pendidikan tidak hanya bersumber pada transformasi akal dan indra, melainkan menjadikan Al-Qur'an kitab wahyu samawi sebagai landasan hukum teori pendidikan Islam yang secara global oriented (berfikir menyeluruh) bertujuan menciptakan manusia sampai pada derajat insan kamil, yaitu manusia produktif secara intelektual maupun spiritual dengan mengaplikasikan nilai akhlak Islam secara operasional sebagai individu dan makhluk sosial.

Pendidikan agama Islam meskipun berpegang teguh pada nilai-nilai pendidikan samawi, bukan kegiatan yang terlepas dari realitas lingkungan siswa karena pendidikan islam yang tidak mengoptimalkan potensi akal dan indra yang di miliki siswa hanya akan menjadikan pendidikan agama Islam sebagai bahasa pengantar saja. Fungsi akal dan indra menangkap berbagai gerak venomena lingkungan sekitarnya, yang akan menjadi faktor penjelas dan penguat internalisasi ajaran agama Islam dari mulai hakekat penciptaan manusia sampai pada masalah teknologi ilmu pengetahuan yang dapat mengembangkan budaya dan peradaban.

Al-Qur'an sebagai landasan pemikiran metode pendidikan Islam, karena secara implisit telah berperan sebagai al-Huda (Petunjuk) bagi efektifitas transformasi metode pendidikan Islam. Ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat muhkamat (jelas) maupun muhtasyaabihaat (Memerlukan penafsiran), telah banyak mendorong dilakukannya analisis metode pendidikan yaitu perenungan mendalam bagi perkembangan teoritis praktis pendidikan Islam, karena Al-Qur'an yang merupakan petunjuk yang bersifat holistic (menyeluruh) perlu didekati secara kontekstual dalam proses pemahaman nilai-nilai didalamnya, yaitu dengan menjadikan objek-objek kekinian dalam arti lain menjadikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya peradaban sebagai problem solving bagi terungkapnya petunjuk Al-Qur'an. Dengan cara itu maka Al-Qur'an dapat bersifat fungsional yaitu memberikan jawaban kontrukstif bagi permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam, khususnya dalam konteks ini yaitu permasalahan metode pendidikan Islam. Salah satu petunjuk Al-Qur'an yang dapat menjadi rujukan praktis dalam penerapan optimalisasi metode pendidikan Islam terkandung dalam QS.40: 61

Artinya:

Allah-lah yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu beristirahat padanya; dan menjadikan siang terang benderang. Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyal karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.(Depag, 2000: 378)

Dari uraian ayat di atas, tercermin dengan jelas sebuah metode pendidikan yang bersifat kontekstual. Dimana untuk menginternalisasikan makna kekuasaan Allah dan keharusan bersyukur karenanya, Allah mengkaitkan konteks pergantian waktu malam dan siang selain sebagai objek yang sangat dekat dengan keseharian manusia, juga merupakan objek yang dapat di amati oleh akal dan panca indra. Sehingga selain penunjukan objek tersebut memperkuat pemahaman menganai kekuasaan Allah, juga merangsang atau mendorong motivasi untuk mengamati, sehingga lahirlah ilmu pengetahuan mengenai bagaimana sistem tata surya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Quraish shihab dalam bukunya berjudul mukjizat Al-Qur'an (2003: 165- 166) yang menyatakan bahwa Al-Qur'an bukanlah sebuah kitab ilmiah yang berasal dari pemahaman, penelitian, dan interprestasi akal manusia, namun didalamnya sarat dengan kandungan atau hakikat ilmiah yang dikemukakan-Nya dalam redaksi yang singkat dan sarat makna.

METODE PENDIDIKAN KONTEKSTUAL DALAM QS AR RAHMAAN

Tujuan umum, metode pendidikan kontekstual secara oprasioanal memiliki tujuan khusus sebagai landasan pencapaian tujuan dan ciri khas metode ini, yang dirumuskan oleh B. Johnson (2007: 67) yaitu:

…an education process that aims to help students see meaning in the academic subjects with the context of their daily lives, that is with context of their personal, social, and culture circumstance.

(…sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka.)

Selain untuk menemukan makna subjek akademik, metode pendidikan kontekstual bertujuan untuk membentuk sikap mandiri melalui pendekatan pembelajaran mandiri. Menurut Elaine B. Johnson pembelajaran mandiri adalah:

Satu proses pembelajaran yang mengajak para siswa untuk melakukan tindakan mandiri yang melibatkan satu orang, biasanya satu kelompok. Tindakan mandiri ini dirancang untuk menghubungkan pengetahuan akademik dengan kehidupan siswa sehari-hari secara sedemikian rupa untuk mencapai tujuan bermakna.

Dalam QS Ar Rahmaan, tersirat petunjuk mengenai metode pendidikan, khususnya metode pendidikan yang bersifat kontekstual. Dalam uraian ini Penulis hanya menganalisa QS ar Rahmaan: 1-13, karena aya-ayat berikutnya secara metodologi memiliki pendekatan yang sama.

Al Biqa'i yang di terjemahkan oleh Quraish shihab (2006: 492) menjelaskan, dengan menisbahkan kepada hubungan antar ayat dan surat-surat alquran Al Biqa'i berpendapat bahwa:

tema utama surat ini adalah pembuktian tentang keagungan kuasa Allah, kesempurnaan pengaturannya, serta keluasan rahmatnya. Itu semua dapat dilihat melalui keluasan ilmunya yang ditunjukan oleh rincian keajaiban makhluknya, dan keserasian serta keindahan ciptaannya yang dikemukakan pada surah ini dengan mengingatkan hal-hal tersebut pada manusia dan jin.

Perhatikan redaksi ayat dalam Al-Qur'an surat ar Rahmān, 55: 1- 13 berikut:

Artinya :

"(Tuhan) yang Maha pemurah, Yang Telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara. Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada nya. Dan Allah Telah meninggikan langit dan dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. Dan Allah Telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" (Depag, 2000: 242- 425)

Untuk membuktikan sifat ar Rahmān-Nya, Allah menunjukan bukti-bukti akan ciptaanNya, yang Ia peruntukkan bagi manusia yaitu dimulai dari bukti kasih sayangNya yang maha tinggi yaitu di ciptakanNya Alqur’an, sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab (2006: 493) ketika menafsirkan ayat ke dua dalam surat ini. Sebagai berikut

Disebutkan Rahmat dan nikmat-Nya yang teragung sekaligus menunjukan kuasa-Nya melimpahkan sekelumit dari sifat-Nya kepada hamba-hamba-Nya agar mereka meneladani-Nya yakni dengan menyatakan: "Dialah yang telah mengajarkan Al-Qur'an'' kepada siapa saja yang dia kehendaki

Selain penciptaan alqur’an sebagai konteks dari bukti sifat ar Rahman yang Allah jelaskan dan tunjukan, Ia-pun menjadikan penciptaan langit dan bumi dengan segala isinya yang dapat memberikan manfaat bagi manusia yang dengan konteks itu manusia dapat lebih mudah untuk memahami dan menghayatinya.

Setelah pemilihan konteks yang beragam, yang dengan cara itu manusia yang dibekali akal dan panca indra dapat lebih mudah memahami dan menghayatinya. Allah melalui ayat ke 13 dimana ayat inipun diualangnya sebanyak 31 kali, Allah mengajak manusia dan jin untuk berfikir mendalam akan makna syukur. Hal ini di jelaskan oleh Quraish Shihab (2006: 503- 504), sebagai berikut:

Dengan nada mengancam Allah berfirman: jika demikian itu besar dan banyaknya nikmat Allah , maka nikmat Tuhan pemelihara kamu berdua wahai manusia dan jin yang manakah yanga kamu berdua ingkari? Apakah nikmat-nikmat yang telah disebut di atas atau selainnya?

Ayat di atas terulang dalam surah ini sebanyak 31 kali. Pengulangan kalimat dalam satu dialog, sangat dikenal oleh pengguna bahasa. Penyebutan nikmat-nikmat, penyodoran pertanyaan semacam di atas, mengandung makna keagungan nikmat tersebut serta banyaknya manfaat yang diraih oleh penerimanya, dengan tujuan menggugahnya lebih bersyukur atau mengecamnya-bila ia tidak bersyukur sambil mengisyaratkan bahwa sikapnya itu telah melampaui batas.

Hampir pada setiap ayat-ayat yang tertulis, Allah senantiasa melibatkan objek-objek yang menjadi bagian kehidupan dan sejarah peradaban manusia. Diarahkannya kita untuk memperhatikan proses penciptaan langit dan bumi sampai pada bagaimana proses penciptaan manusia itu sendiri, begitu juga dalam menanamkan nilai-nilai akhlak. Dari ayat tersebut, Allah mengintegrasikan nilai-nilai ke imanan yaitu dalam penegasannya akan sifat ar Rahmān yang disandangnya agar manusia sebagai objek didik bersujud dan bersyukur, dengan konteks yang berhubungan secara langsung dengan eksistensi manusia yaitu dimulai dari penciptaan alqur’an, mengenai keutamaan penciptaan manusia, sampai pada penciptaan langit dan bumi dengan segala isinya dan bagaimana hubungannya dengan kepentingan manusia. Diarahkan-Nya manusia sebagai objek didik untuk mengamati dengan menggunakan akal dan panca indranya, sehingga konsep keimanan akan sifat ar Rahmān yang disandang Allah dapat dipahami dengan mudah.

Jika dibuat sebuah skema, metode pendidikan dalam QS.ar Rahmaan: 1- 13 dapat ditemukan implikasi yang sangat jelas mengenai pendekatan yang bersifat aplikatif terhadap pendekatan metode pendidikan kontekstual.

Kandungan Metode Pendidikan Kontekstual Al-Qur'an surat

ar Rahmān ayat 1- 13

Prinsip Metode Pendidikan

Kontekstual

Implikasi Pedagogis Al-Qur’an Surat ar Rahmān ayat 1- 13 Tentang Metode Pendidikan Kontekstual

1. Mengintegrasikan nilai aqidah dengan ilmu pengetahuan(liked courses)

2. Penjelasan kongkrit mengenai penciptaan pada konsep keimanan yang bersifat maknawiyah (abstrak)

3. Peran Allah dalam aspek otoritas, fasilitator, komunikator,keteladan dan emancipator

4. Proses internalisasi pada pendalaman pemahaman, dan penghayatan melalui kalimat Tanya yang bersifat intropektif

5. Penggunaan media yang bersifat naturalis (bukan imajinatif)

6. Merangsang akal dan panca indra sebagai media internalisasi

1. Prinsip memberikan kegembiraan

2. Memberikan layanan dengan lemah lembut

3. Kebermaknaan

4. Prasyarat

5. Komunikasi terbuka

6. Pemberian pengetahuan

7. Model prilaku yang baik

8. Pengaamalan secara aktif

Kasih sayang

1. Penerapan metode pendidikan kontekstual, yang menekankan

a) Penjelasan kongkrit pada makna

b) Integritas antara iman dan ilmu pengetahuan

2. Peran guru yang bersifat holistic (menyeluruh)

3. Penguasan guru pada metode komunikasi dengan pendekatan hipnoteaching, salah satunya tehnik questioning (bertanya)

4. Penggunaan media yang bersifat alamiah dan analitis

Dengan konsep metode pendidikan kontekstual yang terkandung dalam Qur'an surat ar Rahmān ayat 1- 13, proses belajar mengajar tidak bersifat monolog atau hanya sebatas transfer satu arah dari guru kepada murid namun dapat mendorong terjadinya proses dialog internal dalam diri siswa. Konsep ini sejalan dengan pernyataan Rudolf Otto yang dikutip oleh Malik Fadjar (1998: 163) seorang tokoh fenomenologi, bahwa "agama perlu dikembangkan dalam keakraban wacana melalui proses perenungan yang dalam dan proses dialogis yang produktif dan kritis." Lebih lanjut Malik Fadjar (1998: 163) menyatakan "Dalam konteks ini, peserta didik di biarkan melakukan perambahan batin dan intelektual sehingga kelak menemukan dalam dirinya kedewasaan dalam beragama, baik dalam afeksi religiusnya maupun dimensi intelektualnya." Sementara itu, metode pendidikan kontekstual menurut Thonson (Ibnu setiawan, 2007: 67) secara oprasional bertujuan untuk "Mendorong para siswa melihat makna didalam materi akdemik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dalam konteks dalam kehidupan keseharian mereka yaitu dalam konteks keadaan pribadi sosial dan budaya mereka".

Dari konsep diatas, maka metoda pendidikan agama islam tidak hanya bersifat informatif dan aplikatif dengan menitik beratkan pada transfer tekstual yang bersifat doktrinal belaka, yang hanya akan memberikan stimulus pada perkembangan ranah kognitif dan psikomotorik. Lebihdari itu, pendidikan agama islam harus juga mampu mengembangkan potensi afektif yaitu pemahaman dan penghayatan yang dapat diaktualisasikan secara intelektual maupun moralitas siswa. Konsep ini juga ditegaskan oleh Malik Fadjar (1998: 159) yang menyatakan bahwa “salah satu orientasi mutu dan pencapaian pendidikan agama islam dalah tercapainya internalisasi nilai-nilai dan norma-norma keagamaan yang fungsional secara moral.”

Tujuan metode pendidikan agama islam adalah mengubah teori-teori dalam alqura dan as sunnah menjadi fungsional setelah dipahami dan dihayati oleh para siswa dengan ditransformasikan secara kontekstual pada siswa sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya secara global. Untuk mencapai tujuan pendidikan agama islam tersebut, "maka penetapan metodologi yaitu penguasaan teori dan praktek tentang cara pendekatan yang tepat dan cermat," (Malik Fadjar, 1998:

Demikian, disarikan dari karya tulis ilmiah penulis yanga berjudul (Implikasi Pedagogis Al Quran Surat Ar Rahmaan Ayat 1- 13 Tentang Metode Pendidikan Kontekstual_pendekatan ilmu pendidikan islam)