Translate

Sabtu, 11 Juni 2011

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DARI TEKSTUAL KEPADA KONTEKSTUAL

Masih disebagian besar sekolah, dari tingkat sekolah dasar sampai menengah. Mata pelajaran Agama Islam menjadi proses pembelajaran yang masih sangat tekstual. Kegiatan pembelajaran didalan kelas bersifat monologis, yaitu proses klasikal dimana guru melakukan komunikasi satu arah, siswa duduk diam dan mendengarkan, menerima transfer ilmu dari guru kepada siswa yang bersifat informatif tekstual. Pengembangan dari metode tersebut, siswa disibukkan pada kegiatan menghafal, kalaupun ada kegiatan diskusi siswa dihadapkan pada permasalahan yang jawabannya telah tercantum dalam buku ajar itu sendiri. Tidak ada proses penghayatan, pengalaman apalagi pada proses pemecahan masalah-masalah konkrit. Jadilah mata pelajaran agama islam hanya merupakan kegiatan pembelajaran yang membosankan dan mengungkung kreatifitas berfikir siswa karena siswa diharapkan untuk konsentrasi menghafalkan teks-teks semata.

Metode tekstual oriented disalah satu sekolah islam terpadu pernah menjadi permasalahan yang cukup rumit, dimana perolehan nilai siswa pada semua bidang studi dibawah rata-rata KKM. Kondisi tersebut disebabkan siswa kehilangan kesempatan yang leluasa untuk mengamati, memahami dan menghayati setiap materi ajar sesuai dengan tingkat perkembangan pola belajar dan minat mereka, dalam satu minggu, mereka harus menguasai satu surat pendek, satu hadits dan satu hafalan do’a, ditambah dengan beban hafalan dari bidang studi lain. Dari proses pembelajaran yang labih menekannkan penguasaan tekstual tersebut, dapat dipastikan dalam sepekan siswa disibukkan pada kegiatan hafalan tanpa ada proses pemahaman, nilai-nilai, yang kemudian dikaitkan dengan konteks sosial mereka. Sebuah proses belajar tanpa makna.

Keberhasilan pendidikan agama islam, sangat dipengaruhi oleh keterhubungan antara teks dengan konteks yang dialami secara langsung atau dapat diamati oleh siswa sebagai individu dan anggota sosial. Karena itu menghubungkan harus menjadi bagian dari proses berfikir yang dibudayakan secara individual melalui metode pendidikan dalam memahami sesuatu agar siswa dapat memperoleh makna dari proses kegiatan belajar tersebut. Bermakna, karena dapat memberikan motivasi, mempengaruhi minat siswa terhadap nilai-nilai Islam sehingga siswa dapat secara spontan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka sehari-hari , dan lebih lanjut lagi dapat mengkritisi permasalahan lingkungan sekitarnya.

Untuk mencapai pembelajaran yang bermakna, bagi siswa, seorang guru tidak hanya dituntut menguasai teks-teks sebagai sumber belajar bagi siswa, namun dituntut untuk dapat dengan kritis menghadirkan konteks-konteks dalam kehidupan sosial untuk kemudian dihubungkan dengan informasi tertulis yang harus dipahami siswa. Dengan demikian usaha pemahaman mengenai latar belakang siswa, permasalahan-permasalahan lagi yang mungkin terjadi, sesuai dengan tingkat perkembangan siswa harus sedapat mungkin diketahui oleh seorang guru sebagai bahan penentuan konteks yang tepat dengan materi ajar yang akan disampaikan kepada siswa.
Keterampilan seorang guru dalam menghubungkan antara teks dan konteks pada proses pembelajaran dan pengajaran, akan dapat menciptakan keterlibatan siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Sehingga sesuatu yang awalnya bersifat teks informatif, menjadi sangat konkrit bagi siswa. Sebagaimana dijelaskan Elaine B Johnson. 2007 : 177 dalam bukunya berjudul contextual teaching and learning, selain itu Al Attas dalam bukunya filsafat dan praktik pendidikan agama islam(2003), menegaskan bahwa pendidikan harus merupakan proses pencapaian afirmasi dan konfirmasi atau realisasi dan aktualisasi didalam diri seseorang mengenai apa yang sudah dikenalnya itu, yang tampaknya pendidikan menjadi sessuatu yang tidak lebih dari sekedar proses belajar (ta’alum). Dan hal tersebut dapat terwujud melalui keterhubungan antara teks sebagai sumber ajar dan konteks sebagai media konkrit yang dapat diamati langsung oleh siswa sesuai dengan kapasitas perkembangan pemahaman siswa.

Pelajaran bermakna melalui keterhubungan antara teks dan konteks akan mengarahkan pada tujuan pendidikan agama islam, untuk membentuk siswa menjadi individu, anggota masyarakat dan seorang mukmin dimana siswa dapat menyadari sepenuhnya tanggung jawab dirinya kepada Tuhan yang hak, yang memahami dan menunaikan keadilan terhadap dirinya sendiri dan orang lain dalam masyarakat, yang terus berupaya meningkatkan setiap aspek dalm dirinya menujua kesempurnaan sebagai manusia yang beradab (Al Atas, 2003 : 174). Konkritnya siswa tidak hanya diarahkan mengetahui wajib shalat, rukun dan syarat sahnya shalat melainkan siswa dapat termotivasi untuk mau melakukannnya dengan kesadarannya yang spontan. Atau siswa tidak hanya dapat memebadakan ahlaq baik dan buruk mengahaflan istilah-istilah yang digunakan, melainkan secara sadar dalam kehidupan sehari-hari, mereka mampu mengoreksi perilaku dirinya maupun orang lain. Maka jadilah proses pembelajaran tersebut dapat mempengaruhi mental dan menjadi filter bagi siswa dalam kehidupannya sehari-hari.

Instrumen pendidikan agama islam yang menghubungkan antara teks dan konteks adalah dalam bentuk fortofolio, diskusi, observasi dan praktikum dengan pendekatan melalui problem solving. Dengan demikian pendidikan agama islam dapat menjadi fungsional bagi siswa yaitu siswa mengetahui, menghayati dan melaksanakan.

Tercapainya tujuan pendidikan agama islam melalui efektifitas tekstual kepada kontekstual bukanlah merupakan proses yang dapat terwujud secara instant, namun memerlukan proses yang berkelanjutan, komunikasi antara guru dan orang tua, budaya sekolah dan lingkungan pergaulan siswa yang tidak dapat dibatasi oleh waktu. Maka dari itu, proses dan metode adalah penekanannya, karena hasil setiap individu bersifat relative.

Kesimpulannya “Dalam memahami ilmu pengetahuan dan spiritual berfikir kontekstual harus menjadi bagian dari proses yang dibuadayakan agar dapat memperoleh makna”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar