Translate

Senin, 03 Oktober 2016

Bahayanya penekanan kualitas hapalan pada pembentukan karakter


Jika pendidikan di tekankan pada kualitas Hapalan, bahaya yang mengancam adalah “education without character” (Pendidikan tanpa karakter). Menghafal itu penting, tetapi jika ini menjadi tolok ukur akan berinbas pada pembunuhan perkembangan karakter anak didik.

Istilah karakter dipakai dalam pendidikan pertama kali dicetuskan oleh pedagog Jerman F.W.Foerster. Terminologi ini mengacu pada sebuah pendekatan idealis-spritualis dalam pendidikan yang juga dikenal dengan teori pendidikan normatif. Yang menjadi prioritas adalah nilai-nilai transenden yang dipercaya sebagai motor penggerak sejarah, baik bagi individu maupun bagi sebuah perubahan sosial.

Tetapi jauh mendahulu, alquran sebagai kitab suci umat Islam dan berperan sebagai landasan pendidikan umat Islam, dengan sangat gamblang lebih mengarah pada pendidikan karakter. Hapalan di terapkan alquran secara tidak langsung. Terlihat pada susunan ayat-ayat alquran yang di buat berulang dan acak, hingga pembaca tanpa berupaya menghafalpun mrk akan menemukan kalimat pengulangan. Justeru alquran lebih menekankan kepada Isyarat untuk mengoptimalkan akal, pengamatan, pengalaman kontekstual dan nilai-nilai afektif. Hapalan lebih dijadikan sebagai efek domino dari proses pendidikan, bukan alat apalagi metode membentuk karakter.

Anak didik yang menghabiskan waktu belajarnya dengan menghafal teksbook, akan mengalami hambatan pada daya analisa, pemahaman kecerdasan sosial, lemah dalam menghidupkan keterampilannya memotivasi diri.

Dan bisa dibayangkan jika metode penekanan pada hafalan ini diterapkan pada proses penanaman nilai-nilai alquran yang di harapkan akan membentuk karakter anak didik menjadi pemilik pribadi qurani, mampu menghidupkan alquran dalam jiwanya sehingga ia menjadi self kontrol dalam dirinya pada saat berhadpan dengan problem pribadi dan lingkungannya. Padahal alquran bukan teks yang kaku seperti kitab UUD45 :) Dalam setiap ayat alquran mengandung banyak kalimat aktif yang merangsang pembacanya untuk merenung dan menganalisa, bahkan mencoba melibatkan emosi. Jika pendidikan alquran di tekankan pada hafalan kemudian di lanjut pada proses pendidikan secara umum yang juga tekstual, apa yang bisa diharapkan dari generasi muda muslim?

Jadi bisa dimaklumi, jika komunikasi sosial umat Islam cenderung statis terutama yang berhubungan dengan keterampilan menganalisa maslah-masalah kontekstual. Karena secara umum umat Islam masih terbelenggu dengan budaya belajar yang tekstual oriented. Umat Islam yang diharapkan sebagai khalifah di muka bumi, akan tetap jadi manusia kelas dua dalam segala bidang.


Senin, 05 Januari 2015

Peran Ibu pada Pendidikan Kecerdasan Spiritual Anak

"Sesungguhnya Engkau (hai Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk (walau orang yang engkau cintai) tetapi Allah yang menberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki"(QS.al Qashash: 56)

Ayat ini merupakan teguran kepada nabi Muhammad saw, hamba yang paling di cintai Allah dan sangat mencintai ummatnya itu, bahwa ia tidaklah diberi kuasa untuk memberikan hidayah, betapapun kemampuannya dalam berdakwah tentulah sangat mudah menghujam kedalam hati sanu bari. Ayat tersebut mengisyarakan bahwa peran nabi sekalipun, hanyalah sebagai pemberi petunjuk "Irsyad" lihat (QS.42: 52), bukan berupa hidayah taufik yang merupakan kekuasaan Allah saja, yang hanya akan diberikannya kepada orang yang sunguh-sungguh ingin menempuh jalan ketakwaan. Dari ayat tersebut, dapatlah kita menarik pelajaran dan menjadikannya sebagai rujukan dalam memaknai peran kita sebagai pendidik anak-anak yang kita cintai, agar jelaslah apa yang menjadi batas kemampuan kita sebagai ibu.

Pendidikan dan pengajaran seorang ibu kepada anaknya, tentulah disertai rasa cinta dan harapan mendalam bagi mereka. Demi mewujudkan harapan itu, seorang ibu mencurahkan perhatian, tenaga bahkan pengorbanan, hingga terkadang tidak ada sesuatu yang dapat memalingkan perhatian dari kesedihan, marah sampai keinginan kecuali hati seorang ibu yang begitu mencintai anaknya. Ingin menjadikan anaknya shalih, pintar, sehat bahkan jika bisa di kagumi banyak orang, anak yang menjadi kebanggaan dan perhiasan hati seorang ibu. Demikianlah harapan semua ibu.

Namun harapan tersebut seringkali mengecoh hati seorang ibu dari kuasa dan kasih sayang Allah yg meliputi semua makhluk, yang ditanganNyalah kuasa atas hati hamba-hambaNya. Keinginan dan cinta yang tidak bersandar pada keimanan kepada Allah, membuat seorang ibu bersikap berlebihan hingga memaksakan kehendak pada anak, bahkan tidak jarang banyak ibu yang pada akhirnya menyiksa dirinya, demi alasan kebaikan anaknya, yang sebenarnya telah berubah menjadi obsesi menurut hawa nafsunya. Karena cinta yg sdh berubah jadi obsesi, Anak harus terenggut masa kecilnya hingga masa remajanya demi memenuhi standart orang tuanya. anak tumbuh dlm tekanan keharusan berprestasi, anak yang di tuntut sempurna dlm pengetahuan, akhlak sampai ibadahnya. Hingga hari-harinya tidak luput dari ancaman dan penilaian fersi ibunya. Hilanglah jati dirinya, cita-citanya dan kesukaannya tersudut oleh standart kesalihan ibunya.
Dengan cara tersebut, tumbuh kembang mental dan pribadi anak malah rusak. Dan pendidikan yang tidak di sandarkan pada iman yang benar, akan menghantui seorang ibu dengan kecemasan karena ia menggantungkan baik dan buruk seorang anak pada ikhtiarnya semata.

Anak, adalah jiwa yang tumbuh bebas. Mereka menghadapi pengajaran tidak hanya dari orang tua, namun dari semua kejadian hidupnya yang tentu saja akan jauh dari kendali orang tuanya. Mereka akan memilih dan memilah menurut potensi fitrah yang telah Allah berikan, berupa akal dan hati. Mereka akan berbuat kesalahan bahkan suatu saat akan sengaja memilih kesalahan kemudian akan Allah turunkan pelajaran bagi dirinya. Disinilah akan mulai berfungsi dasar pendidikan dari orangtua. Jika anak sejak semula diberi ruang bagi hak-haknya, telah di arahkan untuk belajar mengendalikan dirinya (bukan selalu dikendalikan orang tuanya), dalam hatinya tertanam bahwa ajaran orang tuanya menyentuh hatinya, bukan menakutkan atau membelenggu dirinya, jika dasar perlakuan sdh benar, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dlm menghadapi pertanyaan dalam hidupnya. Dia akan bisa menilai kesalahannya sendiri, jika sudah salah dia tahu cara memperbaikinya, hingga jika tiba saat dia harus jatuh terpuruk, dia akan tahu bagaimana cara jatuh agar dia bisa bangkit.  Maka, akhirnya, seorang anak akan tumbuh menjadi pribadi yang sepenuhnya, baik buruknya akan bergantung pada bagaimana dia menangani dirinya sendiri dan bagaimana Allah menurunkan ketetapan bagi dirinya.

"Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang di sesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi."(QS.al A'raaf:178)
Maka landasan dan kekuatan pendidikan anak, adalah iman yang lurus. Dengan iman yang lurus, perlakuan pada anak tidak akan bertentangan dengan fitrah mereka, dan bunda dapat mendidik anak dengan keadaan hati yang tenang. Wallahu'alam


Jumat, 14 November 2014

Kebiasaan Penting Bunda Kepada Anak

Hati seorang anak bagaikan kertas putih, sekali tertoreh nilai baik dan buruk akan mempengaruhi pembentukan warna (Karakter anak).  Dan perlakukan ibu kepada anak, ibarat tetesan air yang terus menerus di atas batu, yang berlahan lahan dapat melubanginya.  Demikianlah gambaran pengaruh kebiasaaan bunda kepada anak.  Oleh karena pendidikan harus berkesinambungan dan terus menerus, maka menerapkan kebiasaan baik mulai dari yang mudah agar dapat di jaga kesinambungannya menjadi keutamaan bagi bunda.

Dari ‘Aisyah binti Abi Bakr Ash-shiddiq –radhiallahu anhuma- berkata : Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda : “Amalan yang lebih dicintai Allah adalah amalan yang terus-menerus  dilakukan walaupun sedikit.” (HR Bukhari dan Muslim, dengan lafazh Muslim.

Kebiasaan idealis yang diterapkan, namun tidak dapat dibertahankan, di terapkan hanya saat bunda sedang bersemangat, akan membuat anak tidak menghargai kebaikan itu sendiri dan tentu saja tidak akan tertanam pada jiwa anak.  Kebiasaan yang terlalu keras atau terlalu longgar, tidak sesuai dengan usia dan kesanggupan anak, meskipun dengan tujuan kebaikan akan menghasilkan sikap anak yang pemberontak atau semau gue.  Tidak jarang ada anak yang menunjukan sikap taat dan teratur di hadapan orang tuanya, namun ia berubah sikap saat ia tidak bersama orang tuanya.  Terlebih jika apa yang dibiasakan kepada anak, terasa membelenggu hatinya.

Kebiasaan yang baik, memudahkan dan menghargai pilihan anak, dengan terus menerus, maka berlahan-lahan kebiasaan tersebut akan menjadi kokoh tertanam dalam hati anak.  Jikapun tiba saaat anak berbuat kesalahan, hanyut karena pengaruh pergaulan, lambat laut kebiasaan itu akan mengingatkan anak, menggugah kerinduannya dan suatu saat akan dapat menarik anak kembali kejalan yang baik.  Dengan tujuan tersebut, mulailah bunda menanamkan kebiasaan dari yang paling mudah, yang dapat berkesinambungan, disesuaikan dengan waktu dan aktifitas dalam keluarga agar kebiasaan tersebut dapat terpelihara.

Sebelum menentukan kebiasaan apakah harus di utamakan bunda kepada anak, perlu diketahui bahwa tujuan penting pendidikan anak adalah 1)Empati atau kepedulian dan akhlak anak kepada orang lain.  2)Kesadaran kuat untuk mengamalkan hukum agama dan ibadah. 3)Keterampilan hidup, agar anak dapat bergaul dan mampu mengusahakan kepentingan dirinya. (Mencari nafkah, menjalin hubungan pribadi, tahu bagaimana cara mewujudkan cita-citanya dan jika tdk terwujud bisa menentukan alternatif positif.  Dan untuk membentuk ketiga tujuan pendidikan tersebut, inilah Kebiasaan penting bunda kepada anak yang perlu di upayakan dengan berkesinambungan:

A. Komunikasi bunda dan anak:
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik, seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit" QS.14:24

  1. Biasakan mengungkapkan kalimat yang akan membuat anak merasa di cintai dan penting (Bunda cinta kamu, bunda akan selalu mendoakan kamu, jangan khawatir jika kamu berbuat salah karena bunda akan selalu memaafkan, bunda bahagia memilki kamu, nak nbunda menerimamu apa adanya dll)
  2. Jangan menghardik anak untuk sesuatu yang tidak disengaja anak misalnya, barang rusak, hilang, pakaian kotor atau anak terjatuh, atau anak melupakan sesuatu.  Jika hal tersebut terjadi katakana kalimat objektif (apakah kau bisa memperbaikinya, jika tida coba bunda bantu, jika bisa kita cari barang yang hilang itu, tidak apa-apa ganti pakainmu dengan yang bersih atau bunda memberikan solusi agar pakainnya tidak mudah kotor atau terkena noda, tidak apa-apa terkadang bunda juga suka lupa lainkali kau catat agar tidak lupa.)
  3. Memuji dan menegur anak perbuatannya bukan kata sifat
Memuji: Kamu belajar sunguh-sungguh, hingga nilaimu bagu, ini indah kamu pandai melukis. (Hindari ungkapan berlebihan: kamu anak paling hebat, tidak ada anak sebaik mu nak dll)
Menegur: Lain kali Buang sampahnya ke tempat sampah agar tidak berantakan.
Ibu senang jika kamu ingat melipat selimutmu. (Hindari kalimat : kamu jorok, pemalas, kamu pemarah, kamu anak nakal, kamu cengeng dll).

4. Biasakan bunda member contoh meminta maaf kepada anak bila bunda keliru, menggunakan kalimat minta tolong bukan bahasa perintah, dan biasakan ucapkan terimakasih saat anak memberikan bantuan.  Agar anak melakkan hal yang sama kepad abunda maupun orang lain.

5. Jangan menuruti rengekan anak, di depan tamu, atau di pusat perbelanjaan, berusahalah mengalihkan perhatian anak, meminta anak menunggu atau bersabar dengan rengekan anak sampai reda.  Jangan mempertontonkan teguran atau kemarahan kepada anak di depan orang lain, jangan hardik kaka di depan adiknya.  Upayakan menjaga harga diri anak, namun bimbing anak untuk menghormati orang lain.

6. Jangan membohongi anak atau melalaikan janji kepada anak. Dan jangan mengutarakan kalimat pesimis atau optimis berlebihan.  Perkenalkan kepada anak bahwa suka atau duka, menang atau kalah, berhasil atau gagal adalah pengalaman yang harus mereka hadapi.

7. Biasakan pada anak mengenai batasan waktu jangan jelas. Contoh: nak kamu harus sampai rumah pukul 12 siang.  Bukan dengan kalimat, nak kamu harus cepat pulang.  Atau saat bunda meminta anak berhenti main game, Contoh:
Bunda : Nak sudah dulu main gamenya ya.
Anak   : Iya, sebentar lagi bunda.
Bunda : Baiklah, lima menit lagi ya…(Untuk anak ya sdh bisa membaca jam), jika belum ganti dengan kalimat “Baiklah, sampai bunda melipat pakain ini. (Buatlah kesepakatan waktu yang jelas dgn anak/remaja.

8. Jika bunda terlanjur berkata kasar atau memukul, segeralah meminta maaf dan katakan dengan jelas kepada anak bahwa sikap bunda tidak boleh ditiru (Bukan mengutarakan alasan: “Karena bunda marah…atau karena kamu nakal dll).

9. Saat anak sedang mengekspresikan kemarahan, jangan mencela kemarahan anak.  Sebaliknya bantu anak untuk mengatasinya, misalnya beri anak minum, minta anak masuk ke dalam kamar,  atau ingatkan kepada anak : Nak, boleh marah tapi tidak boleh merusak barang atau berkata kasar ya.” Namun Jangan pula, bernegosiasi dengan kemarahan anak, misalnya “Bunda akan belikan mainan yang kamu mau, asal kamu berhenti marah”

B. Menanamkan motifasi ibadah:
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akhirat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.” (Q.S. Thaha: 132)

  1. Tentukan satu waktu saja diantara lima waktu shalat wajib untuk shalat berjamaah dengan anak. Jika anak terlihat malas, jangan di paksa, tawarkan alternative contoh: baiklah ashar ini kamu tdk shalat berjamaah, tapi nanti maghrib kita harus berjamaah ya nak.
  2. Setiap selesai shalat,perdengarkan kepada anak doa berikut artinya, yang dapat menggugah anak. Redaksi doa boleh menurut dalam alquran maupun hadist atau ungkapan bunda sendiri.  Tidak selalu selesai shalat, saat anak melakukan kebaikan atau meminta ijin untuk pergi ke luar rumah, perdengarkan doa kepada anak. Kebiasaan ini akan memotifasi sekaligus nasehat tanpa mengurui anak, dan akan berbekas di hati anak sampai dewasa nanti.
  3. Jangan bersikap keras atau memaksa terhadap ibadah sunnah atau ibadah yang belum diwajibkan kepada anak. Contoh: bunda boleh menegur anak dengan tegas apabila meninggalkan shalat wajib (Jika usianya sdh wjb shalat), tetapi bunda tidak boleh menghardik anak jika dia sedang malas mengaji atau menolak shalat berjamaah dll.
  4. Biasakan anak membaca alquran dan terjemahnya setiap hari meski satu ayat, agar istikomah beri kelonggaran waktu bagi anak untuk membacanya kapan saja sesuai kehendak anak. (Ini bisa bunda terapkan apada anak usia remaja).
  5. Jika makna shalat dan dekatnya anak dengan alquran, di tanamkan melalui kebiasaan yang baik dan berkesinambunga, insya Allah bunda akan lebih mudah mengenalkan ibdah-ibdah yang lain.

C. Membiaskan adab kepada anak:

ada tiga adab yang sangat penting yang menjadi kunci pembentukan karakter anak adalah Batasan aurat, Santapan. Dan adab meminta ijin.  Jika anak menghayati ketiga adab penting tersebut, ia akan menerapkannya pada semua bentuk pergaulan baik di rumah dengan anggota keluarganya, maupun di luar rumah.
Adab Batasan Aurat:
  1. Jangan telanjang atau mengganti pakaian di depan anak, meskipun ia masih balita. Dan Beritahu anak kapan saja mereka boleh meminta ijin masuk kedalam kamar bunda.
Diriwayatkan dari Muslim bin Nadzir mengatakan: Seorang laki-laki bertanya kepada Hudzaifah, ”Apakah aku harus meminta izin kepada ibuku?” Hudzaifah menjawab, ”Jika engkau tidak meminta izin kepada ibumu, engkau akan melihat hal-hal yang engkau benci.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad)

2. Jika tempat tidur anak-anak terbatas, pisahkan mereka dengan selimut yang berbeda.
“Tidak diperbolehkan bagi laki-laki tidur berdua (begitu juga wanita) dalam satu selimut”. (HR. Muslim).

3. Biasakan berpakaian sesuai syari sejak dini, untuk anak perempuan jangan memberikan pakaian yang membuka auratnya.  Agar terbiasa sampai dewasa, dan jika sudah wajib bunda akan lebih mudah memberikan pengertian mengenai nilai berpakaian. Saat bunda mengajarkan shalat, maka saat itulah bunda mulai mengenalkan batasan aurat pada anak.

4. Jangan membiasakan mandi berbarengan dnegan anak, terutama apabila anak bunda laki dan sudah mengetahui perbedaan jenis kelamin. (Poin 1-5, adalah salah satu pendidikan seks dan pergaulan sejak dini tanpa membuat bunda harus berbiacara seks kepada anak atau remaja)

Adab Santapan dan Meminta Ijin:
  1. Upayakan makan berjemaah, atau biasakan agar anak selalu makan minum sambil duduk, jangan menghidangkan lauk pauk berlebihan dengan aneka ragam. Paling banyak cukupkanlah dua macam lauk. Jangan manjakan anak dengan hidangan yang selalu memenuhi selera mereka. Pastikan makana, minuman berasal dari yang halal.  Makanan yang selalu berlebihan, menyulitkan anak jika tiba saat wajib menjalankan puasa, akan membuat anak mudah merajuk jika tiba saat harus prihatin.  Dan nafkah yang tidak halal, akan mengeraskan hati anak, hingga mereka sulit di nasehat.
  2. Biasakan, bunda memulai meminta ijin kepada anak untuk segala sesuatu yang menyangkut haknya, agar anak balik memperlakukan sama kepada bunda mauppun orang lain.  Mulai dari ijin masuk kedalam ruangan, ijin menggunakan suatu benda dll.

D. Membentuk kemandirian dan keterampilan hidup sejak dini kepada anak:
  1. Beri anak tangung jawab di rumah.  Bunda jangan mudah mengambil alih saat anak sedang malas, terapkan konsekuensi apabila anak sengaja melalaikan tanpa alasan yang baik.
  2. Biarkan anak melakukan sesuatu sendiri sesuai dengan kesangupannya (Jangan melayani anak)
  3. Berikan mainan yang merangsang kreatifitas anak namun menyenangkan, bukan sekedar menikmati mainan. Perlengkapan rumah tangga atau benda yang biasa ada disekitar anak, lebih merangsang kreatifitas anak daripada mainan siap pakai yang terpajang di mall.
  4. Untuk anak remaja, Ajarkan anak dengan keterampilan sesuai jamannnya namun dapat memiliki nilai ekonomis pada saat dewasa (Menjahit, memasak, menggunakan computer, keterampilan bahas asing atau berjualan langsung atau online jika memungkinkan dll)
Demikian, uraian praktis kebiasaan penting bunda kepada anak.  Contoh-contoh yang saya uraikan, sekedar gambaran singkat.  Pendidikan adalah ikhtiar, namun ditangan Allah hidayah dan taufik.  Doa dan tawakal akan menjadi pegangan bunda, ketika semua yang terbaik telah di upayakan.


Selasa, 17 September 2013

Keluhuran Bahasa Alquran dari yang Tersirat Mengenai Orang Tua dan Anak

Hubungan orang tua dan anak, merupakan kedekatan yang dilandasi perasaan cinta yang mendalam dari orang tua kepada anaknya, dan merupakan perasaan sangat membutuhkan dan bergantung yang tumbuh pertama kalinya dalam kehidupan manusia, yaitu seorang anak kepada orang tuanya.  Hubungan keduanya, dibangun dalam situasi penuh pengorbanan, kasih sayang dan kebersamaan.  Kepada orang tua, pertama kali seorang anak mengadukan ketakutan, kesedihan dan keinginannya, dan kepada anaklah orang tua mencurahkan naluri ingin melindungi dan mengekspresikan cinta.  Segala daya upaya dilakukan demi memastikan anak yang ia besarkan tumbuh sehat dan terpenuhi segala kebutuhan dan keinginannya. 

Menarik sekali, bagaimana Alquran memberikan tuntunan dan tauladan bagi hubungan antara orang tua dan anak. Isyarat yang begitu mendalam dan luas, dimana siapa saja yang melakukan perenungan, mengenai bagaimana bahasa alquran dalam mengangkat peran orang tua dan anak, pasti akan menemukan tuntunan yang semakin menyentuh jiwa, berulang kali membacanya pastilah selalu mendapatkan kesan yang bertambah-tambah dan semakin dalam.

Orang tua dan anak, keduanya akan menjadi fitnah atau ujian antara satu sama lain.  Bukankah dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menyaksikan peristiwa yang memilukan, mengerikan atau sekedar prilaku kurang baik antara orang tua dan anak. Seorang anak yang dibesarkan dengan limpahan kasih sayang hingga memanjakannya berlebihan, tiba-tiba tumbuh jadi pembangkang yang sangat keras terhadapa orang tuanya hingga prilaku yang mencoreng nama baik orang tua. Demikian pula anak yang diperlakukan sebaliknya, dibesarkan dengan kata-kata kasar, pukulan sampai kepada orang tua yang prilakunya justru memperlihatkan kebejatan moral yang mencederai jiwa anak, hingga tidak saja membuat anak menirukan prilaku buruk tersebut juga menumbuhkan perasaan benci yang mendalam kepada orang tuanya.

Namun resapilah bagaimana Alquran menempatkan keduanya,YANG SAMA-SAMA AKAN MENJADI FITNAH ATAU COBAAN BAGI SATU SAMA LAIN,  yang menyiratkan keluhuran bahasa alquran dalam menyentuh hati manusia, hati seorang ibu atau ayah dan hati seorang anak.
Dengan sangat jelas dan tajam, alquran mengingatkan bahwa ;
”Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu adalah fitnah dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Al-Anfal: 28)

Dengan nyata kata fitnah/ cobaan Allah sematkan pada seorang anak.  Bahwa sebagaimana harta benda mati, anakpun merupakan cobaan.  Allah menyandingkan harta dan anak sebagai peringatan bahwa keduanya merupakan cobaan, bukankah  orang tua sering kali memperlakukkan anaknya umpama harta benda berharga namun benda mati dimana ia hanya di cintai, diberifasilitas namun enggan mendidik untuk mengisi jiwa dan menghidupkan hatinya.

Dalam tuntunan lain, alquran menggunakan kata ‘’perintah” terhadap anak, agar bersikap rendah hati kepada orang tuanya.

dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". Alisraa’17:24

dan dengan sangat tajam kedalam hati, tengoklah bagaimana Alquran mengajarkan doa anak kepada orang tuanya.  Dengan tanpa menggurui namun cukup menusuk kesombongan yang mungkin terkandung dalam hati seorang anak, tengoklah redaksi doa ‘’Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil."  
Mengapa kita berdoa agar Allah mencintai orang tua kita? Bukankah terlebih kita sebagai anak lebih layak mencintai,  yang telah menerima kebaikan atas cinta dan pengorbanan orang tua, terutama seorang ibu yang meregang rasa sakit dengan melahirkan dan harus menyusui selama dua tahun, bahkan setiap hari menyentuh kotoran anaknya lebih layak mencintai dan merendahkan diri sebelum kita berdoa memohon agar mereka dicintai.

Demikianlah, begitu nyata dan tajam Allah memberikan isyarat bahwa anak adalah fitnah, dan dengan tegas pula alquran perintahkan kepada kita untuk merendahkan diri kepada orang tua, bahkan tuntunan doa dalam alquran dari seorang anak merupakan nasehat yang tajam jika direnungkan lebih dalam.

Namun kita renungkan ayat berikut, bagaimana alquran menggambarkan secara tersyirat bahwa orang tuapun adalah fitnah bagi anaknya, bahasa alquran ini menunjukan betapa alquranpun merendahkan tuntunannya untuk menunjukan betapa orang tua merupakan peran yang harus dihargai dan di jungjung tinggi. Salah satu contoh bahwa alquran tidak menyatakan dengan jelas atau secara tersurat bahwa orang tuapun menjadi fitnah atau cobaan bagi anaknya. Resapilah ayat-ayat yang menceritakan peristiwa dialog nabi Ibrahim as dengan ayahnya yang menjadi pembuat patung berhala. Di gambarkan bagaimana nabi Ibrahim menghadapi fitnah dari ayahnya yang menguji kesabaran serta kerendahahtiannya.  Bahkan pada prilaku orang tua yang kafirpun, alquran menunjukan keluhuran bahasanya.  Ia tidak dengan gamblang menunjukan betapa berat pula cobaan yang bisa ditimpakan orang tua kepada anaknya, namun betapa luhur alquran mengajarkan bahwa kepada orang tua tetaplah dikedapankan uangkapan-ungkapan yang menjaga martabat mereka

“Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, Maka ikutilah Aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.  Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah. ‘’19: 42- 48

Resapi, bagaimana nabi Ibrahim bertutur kepada ayahnya seorang pembuat patung berhala (beberapa mufasir menyatakan dia adalah pamannya), ia gunakan ungkapan lemah lembut dan begitu menggambarkan cinta yang sangat besar, ia tidak menjadikan keluhuran tauhid sekalipun sebagai alasan untuk melontarkan teguran yang menjatuhkan martabat ayahnya.

Kita renungkan perbedaan redaksi dalam surat luqman, dimana ayat 13- 19 memaparkan nasehat luqman kepada anaknya.

Surat luqman        
Perhatikan perbedaan tuntunan alquran ketika luqman sedang menasehati anaknya, ia dengan tegas dan menggunakan kalimat perintah yang di ikuti dengan kecaman bahwa perbuatan mempersekutukan Allah adalah sebuah kezaliman.

“dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”QS.Luqman: 13

Dan perhatikan redaksi dalam tuntunan berikut, dalam konteks orang tua yang tidak menjadi teladan bagi anaknya hingga mendatangkan fitnah atau cobaan.

“ dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” QS. Luqman: 15

Demikianlah, alquran mengajarkan keluhuran budi yang begitu mendalam.  Alquranpun menunjukan dirinya tidak sebagai pendakwa yang mencerca terhadap pelanggaran orang tua kepada anak-anak mereka, bahkan tidak meski dengan bahasa yang menempatkan seorang anak lebih tinggi derajatnya meski ia dalam posisi yang benar, seperti yang di contohkan dalam dialog nabi Ibrahim dan nasehat luqman di atas.

Perlulah di sadari bahwa dalam hati setiap anak, telah tertanam fitrah untuk mencintai atau sekurang-kurangnya rasa kasihan terhadap orang tuanya, namun seringkali perlakukan kasar, berupa caci maki, pukulan dan teladan yang buruk secara tidak langsung memancing anak senantiasa merasakan perasaan marah, kecewa dan benci kepada orang tua.  Sehhingga perasaan tersebutlah yang terbiasa bagi hatinya dan mendominasi, yang menyebabkan fitrah kasih sayang itu terkubur, jauh dari permukaan hatinya.  Seorang anak yang tidak terbiasa menerima perlakukan baik yang dapat merespon rasa sayangnya untuk terekspresikan, akhirnya seakan lupa jika perasaan itu ada. 

Maka begitu menyentuh redaksi doa yang Allah ajarkan, seakan memberi ruang bahwa bagi anak-anak yang dalam keadaan luka hatinya, maka allah seakan enggan mengurui dengan kalimat yang tajam, dan doa berikut cukuplah secara halus menyentuh hati kita sebagai anak sekaligus perlahan memberikan teguran.  “…dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". Alisraa’17:24.  Dan bagi orang tua makna tersirat dari redaksi doa tersebut, merupakan peringatan yang halus, bahwa sudahkan ia sebagai orang tua memperlakukan anaknya dengan cinta kasih yang benar dan sudahkan ia mendidik anaknya guna mengisi jiwa mereka dengan pendidikan yang benar. Sehingga layaklah kita sebagai orang tua mendapatkan kemuliaan dari doa tersebut, sebagai orang tua yang mengasihi dan mendidik.

Semoga catatan ini bermanfaat bagi kita semua, dariku untuk-ku juga.

Senin, 05 Desember 2011

Metode Pendidikan Kontekstual dalam Surat Ar Rahmaan (Bagian 1)

Dalam Islam aktualisasi pendidikan tidak hanya bersumber pada transformasi akal dan indra, melainkan menjadikan Al-Qur'an kitab wahyu samawi sebagai landasan hukum teori pendidikan Islam yang secara global oriented (berfikir menyeluruh) bertujuan menciptakan manusia sampai pada derajat insan kamil, yaitu manusia produktif secara intelektual maupun spiritual dengan mengaplikasikan nilai akhlak Islam secara operasional sebagai individu dan makhluk sosial.

Pendidikan agama Islam meskipun berpegang teguh pada nilai-nilai pendidikan samawi, bukan kegiatan yang terlepas dari realitas lingkungan siswa karena pendidikan islam yang tidak mengoptimalkan potensi akal dan indra yang di miliki siswa hanya akan menjadikan pendidikan agama Islam sebagai bahasa pengantar saja. Fungsi akal dan indra menangkap berbagai gerak venomena lingkungan sekitarnya, yang akan menjadi faktor penjelas dan penguat internalisasi ajaran agama Islam dari mulai hakekat penciptaan manusia sampai pada masalah teknologi ilmu pengetahuan yang dapat mengembangkan budaya dan peradaban.

Al-Qur'an sebagai landasan pemikiran metode pendidikan Islam, karena secara implisit telah berperan sebagai al-Huda (Petunjuk) bagi efektifitas transformasi metode pendidikan Islam. Ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat muhkamat (jelas) maupun muhtasyaabihaat (Memerlukan penafsiran), telah banyak mendorong dilakukannya analisis metode pendidikan yaitu perenungan mendalam bagi perkembangan teoritis praktis pendidikan Islam, karena Al-Qur'an yang merupakan petunjuk yang bersifat holistic (menyeluruh) perlu didekati secara kontekstual dalam proses pemahaman nilai-nilai didalamnya, yaitu dengan menjadikan objek-objek kekinian dalam arti lain menjadikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya peradaban sebagai problem solving bagi terungkapnya petunjuk Al-Qur'an. Dengan cara itu maka Al-Qur'an dapat bersifat fungsional yaitu memberikan jawaban kontrukstif bagi permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam, khususnya dalam konteks ini yaitu permasalahan metode pendidikan Islam. Salah satu petunjuk Al-Qur'an yang dapat menjadi rujukan praktis dalam penerapan optimalisasi metode pendidikan Islam terkandung dalam QS.40: 61

Artinya:

Allah-lah yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu beristirahat padanya; dan menjadikan siang terang benderang. Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyal karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.(Depag, 2000: 378)

Dari uraian ayat di atas, tercermin dengan jelas sebuah metode pendidikan yang bersifat kontekstual. Dimana untuk menginternalisasikan makna kekuasaan Allah dan keharusan bersyukur karenanya, Allah mengkaitkan konteks pergantian waktu malam dan siang selain sebagai objek yang sangat dekat dengan keseharian manusia, juga merupakan objek yang dapat di amati oleh akal dan panca indra. Sehingga selain penunjukan objek tersebut memperkuat pemahaman menganai kekuasaan Allah, juga merangsang atau mendorong motivasi untuk mengamati, sehingga lahirlah ilmu pengetahuan mengenai bagaimana sistem tata surya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Quraish shihab dalam bukunya berjudul mukjizat Al-Qur'an (2003: 165- 166) yang menyatakan bahwa Al-Qur'an bukanlah sebuah kitab ilmiah yang berasal dari pemahaman, penelitian, dan interprestasi akal manusia, namun didalamnya sarat dengan kandungan atau hakikat ilmiah yang dikemukakan-Nya dalam redaksi yang singkat dan sarat makna.

METODE PENDIDIKAN KONTEKSTUAL DALAM QS AR RAHMAAN

Tujuan umum, metode pendidikan kontekstual secara oprasioanal memiliki tujuan khusus sebagai landasan pencapaian tujuan dan ciri khas metode ini, yang dirumuskan oleh B. Johnson (2007: 67) yaitu:

…an education process that aims to help students see meaning in the academic subjects with the context of their daily lives, that is with context of their personal, social, and culture circumstance.

(…sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka.)

Selain untuk menemukan makna subjek akademik, metode pendidikan kontekstual bertujuan untuk membentuk sikap mandiri melalui pendekatan pembelajaran mandiri. Menurut Elaine B. Johnson pembelajaran mandiri adalah:

Satu proses pembelajaran yang mengajak para siswa untuk melakukan tindakan mandiri yang melibatkan satu orang, biasanya satu kelompok. Tindakan mandiri ini dirancang untuk menghubungkan pengetahuan akademik dengan kehidupan siswa sehari-hari secara sedemikian rupa untuk mencapai tujuan bermakna.

Dalam QS Ar Rahmaan, tersirat petunjuk mengenai metode pendidikan, khususnya metode pendidikan yang bersifat kontekstual. Dalam uraian ini Penulis hanya menganalisa QS ar Rahmaan: 1-13, karena aya-ayat berikutnya secara metodologi memiliki pendekatan yang sama.

Al Biqa'i yang di terjemahkan oleh Quraish shihab (2006: 492) menjelaskan, dengan menisbahkan kepada hubungan antar ayat dan surat-surat alquran Al Biqa'i berpendapat bahwa:

tema utama surat ini adalah pembuktian tentang keagungan kuasa Allah, kesempurnaan pengaturannya, serta keluasan rahmatnya. Itu semua dapat dilihat melalui keluasan ilmunya yang ditunjukan oleh rincian keajaiban makhluknya, dan keserasian serta keindahan ciptaannya yang dikemukakan pada surah ini dengan mengingatkan hal-hal tersebut pada manusia dan jin.

Perhatikan redaksi ayat dalam Al-Qur'an surat ar Rahmān, 55: 1- 13 berikut:

Artinya :

"(Tuhan) yang Maha pemurah, Yang Telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara. Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada nya. Dan Allah Telah meninggikan langit dan dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. Dan Allah Telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" (Depag, 2000: 242- 425)

Untuk membuktikan sifat ar Rahmān-Nya, Allah menunjukan bukti-bukti akan ciptaanNya, yang Ia peruntukkan bagi manusia yaitu dimulai dari bukti kasih sayangNya yang maha tinggi yaitu di ciptakanNya Alqur’an, sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab (2006: 493) ketika menafsirkan ayat ke dua dalam surat ini. Sebagai berikut

Disebutkan Rahmat dan nikmat-Nya yang teragung sekaligus menunjukan kuasa-Nya melimpahkan sekelumit dari sifat-Nya kepada hamba-hamba-Nya agar mereka meneladani-Nya yakni dengan menyatakan: "Dialah yang telah mengajarkan Al-Qur'an'' kepada siapa saja yang dia kehendaki

Selain penciptaan alqur’an sebagai konteks dari bukti sifat ar Rahman yang Allah jelaskan dan tunjukan, Ia-pun menjadikan penciptaan langit dan bumi dengan segala isinya yang dapat memberikan manfaat bagi manusia yang dengan konteks itu manusia dapat lebih mudah untuk memahami dan menghayatinya.

Setelah pemilihan konteks yang beragam, yang dengan cara itu manusia yang dibekali akal dan panca indra dapat lebih mudah memahami dan menghayatinya. Allah melalui ayat ke 13 dimana ayat inipun diualangnya sebanyak 31 kali, Allah mengajak manusia dan jin untuk berfikir mendalam akan makna syukur. Hal ini di jelaskan oleh Quraish Shihab (2006: 503- 504), sebagai berikut:

Dengan nada mengancam Allah berfirman: jika demikian itu besar dan banyaknya nikmat Allah , maka nikmat Tuhan pemelihara kamu berdua wahai manusia dan jin yang manakah yanga kamu berdua ingkari? Apakah nikmat-nikmat yang telah disebut di atas atau selainnya?

Ayat di atas terulang dalam surah ini sebanyak 31 kali. Pengulangan kalimat dalam satu dialog, sangat dikenal oleh pengguna bahasa. Penyebutan nikmat-nikmat, penyodoran pertanyaan semacam di atas, mengandung makna keagungan nikmat tersebut serta banyaknya manfaat yang diraih oleh penerimanya, dengan tujuan menggugahnya lebih bersyukur atau mengecamnya-bila ia tidak bersyukur sambil mengisyaratkan bahwa sikapnya itu telah melampaui batas.

Hampir pada setiap ayat-ayat yang tertulis, Allah senantiasa melibatkan objek-objek yang menjadi bagian kehidupan dan sejarah peradaban manusia. Diarahkannya kita untuk memperhatikan proses penciptaan langit dan bumi sampai pada bagaimana proses penciptaan manusia itu sendiri, begitu juga dalam menanamkan nilai-nilai akhlak. Dari ayat tersebut, Allah mengintegrasikan nilai-nilai ke imanan yaitu dalam penegasannya akan sifat ar Rahmān yang disandangnya agar manusia sebagai objek didik bersujud dan bersyukur, dengan konteks yang berhubungan secara langsung dengan eksistensi manusia yaitu dimulai dari penciptaan alqur’an, mengenai keutamaan penciptaan manusia, sampai pada penciptaan langit dan bumi dengan segala isinya dan bagaimana hubungannya dengan kepentingan manusia. Diarahkan-Nya manusia sebagai objek didik untuk mengamati dengan menggunakan akal dan panca indranya, sehingga konsep keimanan akan sifat ar Rahmān yang disandang Allah dapat dipahami dengan mudah.

Jika dibuat sebuah skema, metode pendidikan dalam QS.ar Rahmaan: 1- 13 dapat ditemukan implikasi yang sangat jelas mengenai pendekatan yang bersifat aplikatif terhadap pendekatan metode pendidikan kontekstual.

Kandungan Metode Pendidikan Kontekstual Al-Qur'an surat

ar Rahmān ayat 1- 13

Prinsip Metode Pendidikan

Kontekstual

Implikasi Pedagogis Al-Qur’an Surat ar Rahmān ayat 1- 13 Tentang Metode Pendidikan Kontekstual

1. Mengintegrasikan nilai aqidah dengan ilmu pengetahuan(liked courses)

2. Penjelasan kongkrit mengenai penciptaan pada konsep keimanan yang bersifat maknawiyah (abstrak)

3. Peran Allah dalam aspek otoritas, fasilitator, komunikator,keteladan dan emancipator

4. Proses internalisasi pada pendalaman pemahaman, dan penghayatan melalui kalimat Tanya yang bersifat intropektif

5. Penggunaan media yang bersifat naturalis (bukan imajinatif)

6. Merangsang akal dan panca indra sebagai media internalisasi

1. Prinsip memberikan kegembiraan

2. Memberikan layanan dengan lemah lembut

3. Kebermaknaan

4. Prasyarat

5. Komunikasi terbuka

6. Pemberian pengetahuan

7. Model prilaku yang baik

8. Pengaamalan secara aktif

Kasih sayang

1. Penerapan metode pendidikan kontekstual, yang menekankan

a) Penjelasan kongkrit pada makna

b) Integritas antara iman dan ilmu pengetahuan

2. Peran guru yang bersifat holistic (menyeluruh)

3. Penguasan guru pada metode komunikasi dengan pendekatan hipnoteaching, salah satunya tehnik questioning (bertanya)

4. Penggunaan media yang bersifat alamiah dan analitis

Dengan konsep metode pendidikan kontekstual yang terkandung dalam Qur'an surat ar Rahmān ayat 1- 13, proses belajar mengajar tidak bersifat monolog atau hanya sebatas transfer satu arah dari guru kepada murid namun dapat mendorong terjadinya proses dialog internal dalam diri siswa. Konsep ini sejalan dengan pernyataan Rudolf Otto yang dikutip oleh Malik Fadjar (1998: 163) seorang tokoh fenomenologi, bahwa "agama perlu dikembangkan dalam keakraban wacana melalui proses perenungan yang dalam dan proses dialogis yang produktif dan kritis." Lebih lanjut Malik Fadjar (1998: 163) menyatakan "Dalam konteks ini, peserta didik di biarkan melakukan perambahan batin dan intelektual sehingga kelak menemukan dalam dirinya kedewasaan dalam beragama, baik dalam afeksi religiusnya maupun dimensi intelektualnya." Sementara itu, metode pendidikan kontekstual menurut Thonson (Ibnu setiawan, 2007: 67) secara oprasional bertujuan untuk "Mendorong para siswa melihat makna didalam materi akdemik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dalam konteks dalam kehidupan keseharian mereka yaitu dalam konteks keadaan pribadi sosial dan budaya mereka".

Dari konsep diatas, maka metoda pendidikan agama islam tidak hanya bersifat informatif dan aplikatif dengan menitik beratkan pada transfer tekstual yang bersifat doktrinal belaka, yang hanya akan memberikan stimulus pada perkembangan ranah kognitif dan psikomotorik. Lebihdari itu, pendidikan agama islam harus juga mampu mengembangkan potensi afektif yaitu pemahaman dan penghayatan yang dapat diaktualisasikan secara intelektual maupun moralitas siswa. Konsep ini juga ditegaskan oleh Malik Fadjar (1998: 159) yang menyatakan bahwa “salah satu orientasi mutu dan pencapaian pendidikan agama islam dalah tercapainya internalisasi nilai-nilai dan norma-norma keagamaan yang fungsional secara moral.”

Tujuan metode pendidikan agama islam adalah mengubah teori-teori dalam alqura dan as sunnah menjadi fungsional setelah dipahami dan dihayati oleh para siswa dengan ditransformasikan secara kontekstual pada siswa sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya secara global. Untuk mencapai tujuan pendidikan agama islam tersebut, "maka penetapan metodologi yaitu penguasaan teori dan praktek tentang cara pendekatan yang tepat dan cermat," (Malik Fadjar, 1998:

Demikian, disarikan dari karya tulis ilmiah penulis yanga berjudul (Implikasi Pedagogis Al Quran Surat Ar Rahmaan Ayat 1- 13 Tentang Metode Pendidikan Kontekstual_pendekatan ilmu pendidikan islam)